Monday, June 29, 2009

Modul Isyarat

Download Modul isyarat Visual dan Komunikasi versi Indonesia :
Out Line Isyarat Visual dan Komunikasi

Download Modul isyarat Visual dan Komunikasi versi Inggris:
INTERNATIONAL CODE OF SIGNALS UNITED STATES EDITION (Revised 2003)

Saturday, June 27, 2009

Mahkamah Arbitrasi

Apabila terjadi sengketa antara dua Negara Peserta Konvensi maka Suatu Mahkamah Arbitrasi harus dibentuk atas permintaan salah satu Negara peserta Konvensi yang ditujukan kepada Negara peserta lainnya.
Mahkamah harus terdiri atas 3 (tiga) orang anggota; satu Arbitrator yang ditunjuk oleh masing masing pihak yang bersengketa dan seorang Arbitrator. Ketiga orang yang akan ditunjuk atas persetujuan dari kedua Arbitrator pertama dan akan bertindak selaku Ketua. Ketua Mahkamah tidak boleh berkebangsaan sama dengan salah satu Pihak yang bersengketa kecuali dengan persetujuan Pihak yang lain.
Mahkamah harus menjatuhkan keputusannya di dalam jangka waktu 5 (lima) bulan terhitung sejak pembentukannya, kecuali bilamana dianggap perlu untuk memperpanjang batas waktunya untuk suatu jangka waktu yang tidak lebih dari 3 (tiga) bulan. Keputusan Mahkamah harus disertai dengan pernyataan tentang alasan alasannya. Keputusan Mahkamah harus merupakan keputusan final tanpa banding serta harus disampaikan kepada Sekretaris Jenderal Organisasi. Para pihak yang bersengketa harus segera mematuhi keputusan itu.

Friday, June 26, 2009

Introduksi Marpol

Konvensi Internasional untuk pencegahan Pencemaran dari Kapal, 1973 diadopsi oleh Konvensi internasional tentang Pencemaran laut yang diadakan oleh IMO pada 8 Oktober s/d 2 Nopember 1973. Konvensi ini kemudian dimodifikasi oleh Protokol 1978 yang sebelumnya telah diadopsi oleh Konperensi Internasional Tentang Keamanan Kapal tangki dan Pencegahan Pencemaran (TSPP Conference) oleh IMO dari tanggal 6 - 17 Pebruari 1978. Konperensi yang telah dimodifikasi oleh protokol dikenal dengan nama Konvensi Internasional Untuk Pencegahan Pencemaran Dari Kapal 1973 dan dimodifikasi oleh Protokol 1978. (MARPOL 73/78.)

Komite Perlindungan Lingkungan Laut (MEPC) sejak pendiriannya pada tahun 1974 telah mengkaji ulang sejumlah ketetapan dari Marpol 73/78. Guna mengatasi pengertian ganda dan kesultan dalam menyamakan interpretasi atau menimbulkan kesulitan dalam penerapannya, maka MEPC setuju bahwasannya diperlukan keseragaman interpretasi. Dalam kasus-kasus tertentu MEPC mengakui bahwa dibutuhkan perubahan terhadap Peraturan yang telah ada atau memperkenalkan Peraturan baru yang bertujuan untuk mengurangi lebih jauh Pencemaran Operasional dan Pencemaran akibat Kecelakaan dari kapal. Aktifitas tersebut oleh MEPC telah menghasilkan sejumlah keseragaman interpretasi dan amandemen pada konvensi.

Sunday, June 21, 2009

UPAYA ISOLASI PADA KEBAKARAN KAPAL TANKER DENGAN EMERGENCY TOWING ARRANGEMENT


Resiko dari operasional kapal dapat terjadi pada saat kapal berlayar, bongkar-muat bahkan saat sedang berlabuh.resiko itu dapat bersumber dari internal kapal ataupun dari faktor eksternal kapal.Kapal tanker memiliki potensi yang lebih besar dibanding kapal niaga lain dimana hal ini dimungkinkan karena memang didesain untuk memuat muatan yang mudah terbakar (flammable carrier) sehingga diberikan fasilitas dan peralatan yang khusus.Salah satunya adalah Emergency towing dimana direncanakan agar dapat digunakan untuk menarik kapal dengan cepat meninggalkan dermaga jika terjadi kebakaran di dermaga atau diatas kapal sehingga tidak menyebabkan kerugian yang lebih besar. Peralatan Emergency Towing diatur dalam SOLAS consolidation Edition ,2004 pada chapter II-1 part A-1 regulasi 3.4. Dengan tersedianya fasilitas Emergency Towing, serta kemampuan dan kesiapan dari awak kapal dalam menghadapi resiko resiko tang mungkin terjadi dilatas kapal maka akan memberikan tingkat keamanan yang lebih baik dalam pengoperasian kapal.

Pendahuluan
Setiap kapal memiliki potensi yang besar terhadap resiko kecelakaan dalam operasinya, baik itu saat dipelabuhan pada waktu memuat dan membongkar muatan( charge and discharge) ataupun saat berada diroute pelayarannya. Resiko itu bisa datang dari kapal itu sendiri akibat kesalahan atau kegagalan sistem, konstruksi ataupun human error serta resiko dari luar kapal itu sendiri yang dapat muncul baik dari dermaga(port facilities), kapal lain, ataupun dari pengaruh alam(badai, taufan, tsunami, dll). Resiko resiko kecelakaan laut itu akan memberikan dampak kerugian tidak hanya kepada kapal dan muatan tetapi juga dapat mengancam nyawa para awak, penumpang bahkan lingkungan perairan disekitarnya.
Diantara beberapa jenis kapal niaga, Kapal tanker adalah salah satu kapal dengan resiko kebakaran yang sangat besar dibandingkan kapal-kapal niaga lainnya(merchant ship), dimana hal ini dimungkinkan akibat kapal tanker memang didesain untuk memuat bahan-bahan yang mudah terbakar(flammable carrier) sehingga resiko terbesarnya adalah kebakaran serta pencemaran. Untuk meminimilkan resiko akibat jenis muatannya tersebut maka kapal tanker memiliki fasilitas dermaga terpisah dari kapal kapal niaga lainnya serta dilengkapi dengan peralatan keselamatan(safety equipment) yang lebih dari kapal kapal niaga lainnya.
Salah satu upaya untuk meminimilkan resiko ini adalah dengan peralatan tambahan berupa emergency towing yang mana berfungsi untuk menarik kapal meninggalkan dermaga ketika terjadi bahaya kebakaran dikapal ataupun didermaga sehingga
tidak membahayakan fasilitas pelabuhan/ dermaga serta kapal kapal yang ada disekitarnya.
Di dalam SOLAS consolidation Edition ,2004 telah diatur mengenai emergency towing arrangenment yang terdapat pada chapter II-1 part A-1 regulasi 3.4. dimana dalam regulasi tersebut dinyatakan :
1. Peraturan penarikan kapal tangker dalam keadaan darurat akan dicoba pada akhir keduanya tiap-tiap kapal tangki dengan bobot mati lebih dari 20,000 ton.
2. Untuk kapal tangki yang dibangun pada atau setelah 1 Juli 2002:
1. Peraturan akan diberbaiki secara terus menerus, adalah agar mampu secara cepat meniadakan bahaya utama di kapal untuk menyeret dan melakukan koneksi dengan mudah untuk penggandeng dan membawanya. Minimal terdapat satu dari peraturan penggandengan dalam keadaan darurat yang akan mempersiapkan penanganan bahaya dengan cepat; dan
2. Peraturan penggandengan dalam keadaan darurat pada akhir keduanya akan mempertimbangkan kekuatan yang cukup pada ukuran dan bobot mati kapal tunda, dan angkatan laut diharapkan selama kondisi-kondisi cuaca yang tidak baik dapat melakukan bantuan penarikan. Racangan, konstruksi dan prototipe uji coba peraturan penggandengan dalam keadaan darurat akan disetujui oleh Administrasi, berdasar pada Petunjuk yang dikembangkan oleh Organisasi.
3. Pembangunan kapal tangki sebelum 1 Juli 2002, dirancang dengan konstruksi penggandengan dalam keadaan darurat
sesuai dengan peraturan yang akan disetujui oleh Administrasi, berdasar pada Petunjuk yang dikembangkan oleh Organisasi.
Dalam aturan tersebut jelas bahwa aturan ditujukan bagi kapal tanker dengan pertimbangan bahwa kapal tanker saat melakukan bongkar–muat(charge and discharge) di pelabuhan/ dermaga ataupun di stasiun SPM ( Single Point Moorings ) dan MBMs (Multi –Buoy Moorings), memiliki potensi besar menimbulkan bahaya kecelakaan berupa kebakaran di kapal ataupun shore connection serta ledakan (eksplosid) yang akan menjadi ancaman bagi kapal itu sendiri serta pelabuhan dan sekitarnya.Guna meminimalkan resiko kerugian dan bahaya yang lebih besar maka kapal akan ditarik keluar(di isolasi) dari pelabuhan tersebut.
POSISI SANDAR KAPAL TANKER.
Pada saat melakukan bongkar muat(charge and discharge),Kapal tanker berada dalam dua posisi sandar yaitu bersandar didermaga(kade pelabuhan) ataupun sandar pada SPM atau MBMs.
Jika posisi kapal sandar di pelabuhan berarti salah satu sisi akan sejajar dengan kade pelabuhan. Tali-tali tambat akan mengikat lambung kapal pada kade palebuhan dengan diikatkan ke bollards di kade.
Hal ini berbeda dengan kapal yang bersandar pada posisi SPMs atau MBMs dimana lambung kapal tidak akan bersandar tetap pada sebuah kade, melainkan akan ditambatkanpada sebuah buoy yang tetap/ tidak bergerak. Buoy tadi tidak bergerak karena diikatkan pada jangkar yang menempel atau mengikat ke dasar laut. Jadi hal ini kapal tetap dalam posisi semula pada saat membongkar atau memuat muatan.
PERALATAN TAMBAT DAN MOORING
Ketika sebuah kapal ditambatkan didermaga terdapat beberapa pengaturan tentang tali tambat. Ketika perairan mengalami pasang dan surut maka tali tambat diatur. Tali bisa dalam kondisi slack, jika tidak kapal akan menjauhi dermaga, atau pun akan mendekati dermaga jika tali tidak begitu panjang. Hal ini akan menyulitkan akses ke kapal. Hal tersebut juga akan mengakibatkan tabrakan antara kapal yang satu dengan kapal yang lainnya. Bongkar muat akan lebih mudah dilaksanakan jika posisi kapal tetap terjaga.
Pengaturan tali tambat pada kapal harus direncanakan dengan hati-hati. Tali tambat bagian depan dan belakang kapal langsung diikatkan pada dermaga. Tali-tali akan menahan posisi kapal terhadap dermaga dan membutuhkan pengaturan pada situasi pasang. Tali-tali itu sejauh mungkin sampai di depan atau dibelakang. Semakin panjang mereka maka semakin sedikit pengaturan yang dibutuhkan ketika terjadi pasang atau surut.
Roller Fairlead
Terdapat 2 atau 3 rollers yang dipasang pada vertical spindles yang langsung menuju warping drum, ini digunakan pada saat adanya pengaturan tali yang konstan. Jika tidak memungkinkan untuk menuju langsung ke warping drum maka roller fairlead yang lain akan dipasang pada posisi dan sudut yang sesuai, dipasang pada sebuah tumpuan yang diletakkan pada deck.
Multi-angled fairleads
Alat ini dipergunakan pada saat lead yang menuju warping drum berasal dari beberapa sudut. Mereka digunakan pada hubungan dengan derrick atau trawling gear pada kapal ikan
Panama fairleads
Alat ini digunakan ketika tali tidak dipindahkan atau di tarik seperti ketika kapal sedang maneuver, misalnya ketika kapal berada di terusan panama. Alat ini adalah fairleads yang melekat dan kadang-kadang dipasang di pelat bulwark.
Tali tambat dapat ditarik menggunakan warping drums pada windlass, metode alternative yang lain menggunakan sebuah capstan. Sebuah drum yang besar dipasang pada vertical spindle dan digerakkan oleh mesin dari bawah. Seperti pada warping barrel, drum menjaga tali dari kemacetan. Whelps dipasang untk memberikan pegangan secara extra.
Tali tambat diatur sesuai dengan kebutuhan panjangnya, tali tersebut akan melekat pada bollard, sepasang vertical post dimana tali dapat melingkar padanya. Untuk membuat tali mengikat kuat pada bollard setelah penambatan dengan panjang tali yang tepat maka tali akan terikat kuat pada sebuah fairlead.
Bollard
3 kategori yang dipertimbangkan dalam pemilihan bollard :
1. TAV digunakan untuk menarik tanker bukan pada saat emergency, sebuah TAV dengan 40 ton B.P sesuai untuk tujuan ini
2. TAV digunakan untuk menarik tanker pada kondisi cuaca yang mencegah kontak dengan yang lain sampai dayanya kembali atau AHTS-nya telah tiba.
3. TAV diharapkan untuk membelokkan kapal pada kondisi cuaca yang terbatas serta menahan posisi yang tidak menguntungkan
Penempatan bollards dapat terlihat pada gambar dibawah ini :
Gambar 3. penempatan peralatan mooring.
Emergency towing wires harus diletakkan pada kedua posisi kapal yaitu di bollards buritan dan bollars haluan. Pada posisi kapal sandar di pelabuhan wire tadi harus diletakkan pada bollars di buritan dan haluan kapal pada posisi kapal di bagian luar. Ini berbeda kalau kapal sandar di SPM yang biasanya terletak di tengah laut untuk pemasagan wire di sesuaaikan dengan pemasangan shorre connection dari pipa bongkar muat,
pemasangan tadi harus tidak boleh sama sisi body kapal yang ada alat bongkar muat tadi. Misalnya shorre connection diletakkan di sebelah sisi kiri kapal maka wire harus diletakkan bollards di sebelah kanan kapal.
Untuk kapal yang panjangnya lebih dari 200 m harus ditambahkan di bagian tengah kapal. Dengan penempatan 3 posisi bollards ini dimaksudkan untuk mempermudah kapal dalam mengolah gerak keluar dari pelabuhan. Di kedua ujung wire di buat mata, yang satu mata tersebut harus diikatkan pada bollards dan mata yang lainya di area keluar body kapal lewat clossed chock di atur diatas water line. Letak ujung wire tadi dijaga dan selalu di check diatur bila perlu supaya selalu berada diatas water line sebelum dioperasikan. Dalam melakukan penarikan kapal dalam keadaan emergency atau darurat maka peletakkan wire harus dalam keadaan slack (kendor), hal ini dimaksudkan supaya kapal tugboat dapat dengan mudah meletakkan mata wire ke bollardsnya.
Mata Emergency towing wires diikatkan pada bollards dan wire tadi di lingkarkan pada kedua vertical bollards dengan melingkari kedua bollards bersilangan membentuk angka 8 (delapan) paling sedikit 5 kali putaran. Seperti terlihat gambar di bawah ini :

Penempatan Emergency Towing Arrangement
Mesin penggerak utama (Main poropullsor) dari Kapal-kapal saat bersandar di pelabuhan umumnya dalam keadaan engine stop sehingga jika terjadi suatu kecelakaan ataupun kebakaran, kapal tidak dapat dengan segera meninggalkan pelabuhan sehingga dibutuhkan suatu peralatan yang dapat memindahkan kapal jika terjadi kebakaran baik di dermaga atau pada kapal tanker itu sendiri sehingga tidak sampai membahayakan keselamatan kapal lain ataupun dermaga yang disandari. Peralatan (safety equipment) yang dimaksud adalah emergency towing yang terpasang diujung depan belakang dari kapal pada sisi port side dan starboard side dimana jika terjadi kecelakaan, emergency towing arrangement di kapal tanker akan digunakan
Penempatan
sebagai alat untuk menghubungkan kapal dengan kapal tunda(tug boat).
Emergency towing ini merupakan tali yang terpasang stand by keluar dari panama hole (lobang panama) dan dibiarkan menggelantung pada sisi luar kapal. Sedangkan pada bagian dalam kapal (diatas deck kapal) tali ini diikatkan pada bollard atau bolder ,Dimana Bollards yang digunakan untuk mengikat wire diletakkan menempel pada plat geladak kapal. Posisinya harus menempel pada salah satu sisi side girder. Atau penempatan pada plat geladak yang menempel pada Wrang besar. Hal ini dimaksudkan agar kekuatan bollder lebih pada saat ditarik oleh tugboat.Untuk menarik keluar dari pelabuhan tersebut maka akan dibutuhkan sebuah peralatan penarikan emergency (Emergency towing equipment). Peralatan tersebut meliputi : vertikal bollards, clossed chock, towing wires, Pick up gear, Towing pennant, Chafing gear, Fairlead, Strongpoint, Pedestal roller.

Tali ini sendiri dipasang pada sisi kiri dan kanan kapal pada haluan dan buritan kapal dimana tujuan pemasangan emergency towing sebagai tindakan preventif jika terjadi kebakaran pada kapal tanker di dermaga, maka tali tersebut dengan mudah langsung
dikaitkan pada kapal tunda (tug boat), dan kapal tanker tersebut bisa ditarik menjauh dari dermaga agar tidak membahayakan dermaga dan kapal lainnya.
Emergency towing yang digunakan diatas kapal harus sesuai dengan persyaratan yang di minta oleh IMO termasuk break yang mempunyai kekuatan ganda minimum untuk semua komponen yaitu :
- 1000 kN SWL untuk tankers diatas 20.000 dwt tapi kurang dari 50.000 dwt .
- 2000 kN SWL untuk tankers lebih atau sama dengan 50.000 dwt.

towing wire haruslah dilengkapi sebuah pelampung kecil yang merupakan tanda mata wire, dan perangkat untuk menahan wire tersebut ketika digunakan dalam keadaan darurat yang dilengkapi dengan motor.Gear untuk jangkar di kapal juga dapat digunakan sebagai koneksi towing. Pemeriksaan terhadap anchor memerlukan pengalaman yang tinggi dan membutuhkan banyak waktu sehingga prosedur ini tidak bisa dijadikan alternative emergency towing arrangement (Hashagen 2000)
Penempatan emergency towing ini diletakkan dibagian haluan dan buritan pada kedua sisi kapal namun penempatan tersebut harus memperhatikan kekuatan struktur kapal baik bagian haluan maupun bagian buritan .
Kesimpulan
1. Emergency towing pada kapal tanker sangat penting karena menyangkut keselamatan dari kapal serta menghindarkan bahaya bagi awak kapal
2. Instalasi emergency towing harus memperhatikan kekuatan konstruksi pada haluan dan buritan kapal,dimana harus mampu menahan berat kapal ketika ditarik
3. emergency towing harus dalam keadaan standby dan bisa dioperasikan dalam keadaan darurat oleh semua awak kapal maksimum 15 menit.

Contributed By Andi Husni Sitepu

Referensi :
1. Buku Kuliah Konstruksi Kapal II
2. IMO, www.imo.org, Report of maritim safety commitee on ITS 19 session
3. OCMF (Oil Companies International Marine forum), Mooring Equipment guidelines, first Edition 1992.
4. OCMF (Oil Companies International Marine forum), Safety Guide for terminals handling ships crrying iquefied gases in bulk, second Edition 1993.
5. SOLAS chapter II-I - Construction - structure, stability installations Reg. 3.4.
6. www.posidonia.com
7. www. Technometal.nl, CALTAX ETS Handout, CALTAX ETS Emergency towing system for tanker
8. www.technometal.nl
9. Washington Department of Ecology Spill Prevention, Preparedness, and Response Program Prevention Section, July 2007
10.www.marintek.sintef.no

Shipboard Emergency Procedures Manual

Shipboard Emergency Procedures Manual

Emergency Scenario selection process

Emergency scenario have been selected on risk based criteria of potential frequency and potential severity. The selection process has taken account of :

· Risk assessment of the ship

· Known accident and incidents in shipping

· Experience and expertise of vessel master, ship board personnel and management

Although care has been taken to identify potential emergencies, it is acknowledged that the list may be made in the light of experience.

Compilation and review process

care has been taken to ensure that all relevant personnel, including master, senior officer and shore management within the company have been involved in the compilation and review of the emergency procedures.

Involvement of shipboard personnel has resulted in a high level of awareness of the procedures on board

Purpose

The principal purpose of the emergency procedures is to provide the master, officer and crew with the essential elements in dealing with emergencies on board.

Applicability

These emergency procedures are to be considered as guidelines only. It is not the intention that they provide a complete set of instruction for each emergency.

It is implicit in the emergency response philosophy of the company that the master has the authority to exercise his professional judgment at all times.

About the Emergency procedures

A common Approach has been taken in developing each of emergency procedures.

The emergency procedures have deliberately been kept brief. Only important point have been considered.

A major consideration in compiling the emergency procedures has been to provide a format that is usable as a check list during the course of an emergency

Assumption have been made that the personnel on board the vessel are competent in their normal and emergency duties and have adequate knowledge of the vessel, procedures and equipment.

It is also expected that the master and senior officer on the vessel will be familiar with the contents of the emergency procedures and will therefore, be prepared for initial action in emergency situations. It is anticipated that the emergency procedures will be used as source material for drills and exercise. This will provide a tangible reference against which the adequacy of the emergency procedures will be measured.

It is understood that the emergency procedures will be subject to a formal review process within the company and vessel SMS. This should result in continual improvement.

Each emergency procedures (EMP) has been developed in the following consistent and structured manner and each is given a unique identity number.

Emergency Categories

A. Fire

a. Fire in engine room

b. Fire in auxiliary engine

c. Fire in cargo hold

d. Fire in store

e. Fire in galley

f. Fire in accommodation

g. Fire in mess room

h. Fire in bridge

B. Damage to own ship

a. Ship/ship collision

b. Ship/boat collision

c. Ship/quay collision

d. Structural Failure

e. Main engine failure

f. Grounding

g. Steering gear failure

h. Black out

i. Loss of propulsion

j. Flooding

k. Severe weather

l. salvage

C. Pollution

a. Bunkering

b. Loading

c. Discharging

d. Transferring

e. Disposals

D. Cargo

a. Damage to hazardous cargo

b. Shift of hazardous cargo

c. Cargo jettison

E. Personnel

a. Man overboard

b. Internal search and rescue

c. Serious illness

d. Serious injury

e. Fatality

f. Crew disturbance

g. Passenger disturbance

F. Security

a. Bomb threat

b. Terrorist act

c. Hijack

d. Piracy

G. External Emergency

a. Other ship or aircraft in distress

b. Other ship or aircraft requesting assistance

H. Emergency evacuation and abandonment

a. Life boat

b. Life raft

c. Helicopter

d. other

Distance Calculation

Want to know to calculate distance between two position? just click here :

http://www.ziddu.com/download/4430725/DistanceCalculation.pdf.html

Anchor

An anchor, often made out of metal, that is used to attach a ship to the bottom of a body of water at a specific point. There are two primary classes of anchors—temporary and permanent. A permanent anchor is often called a mooring, and is rarely moved; it is quite possible the ship cannot hoist it aboard but must hire a service to move or maintain it. Vessels carry one or more temporary anchors which may be of different designs, type and weights. A sea anchor is a related device used when the water depth makes using a mooring or temporary anchor impractical.

The vessel is attached to the anchor by the rode which is made with chain, cable or line or a combination of these. The hole in the hull through which the anchor rode passes is called "hawsepipe" because thick mooring lines are called "hawsers".

An anchor works by resisting the movement force of the vessel which is attached to it. There are two primary ways to do this—via sheer mass, and by "hooking" into the seabed. While permanent moorings can use large masses resting on this seabed this is not practical for temporary anchors which need to be stowed onboard so almost all temporary anchors are of the type which have metal flukes which hook on to rocks in the bottom or bury themselves in soft bottoms.

An interesting element of anchor jargon is the term aweigh, which describes the anchor when it is hanging on the rope, not resting on the bottom; this is linked to the term to weigh anchor, meaning to lift the anchor from the sea bed, allowing the ship or boat to move. An anchor is described as aweigh when it has been broken out of the bottom and is being hauled up to be stowed. Aweigh should not be confused with under way, which describes a vessel which is not moored to a dock or anchored, whether or not it is moving through the water. Thus, a vessel can be under way (or underway) with no way on (i.e., not moving).

Bendera Pengganti.

Bendera pengganti atau terkadang diistilahkan dengan Ular penganti digunakan untuk menggantikan bendera isyarat yang sama, baik bendera huruf maupun ular angka diulangi satu kali atau lebih dalam kelompok yang sama jika dikapal hanya terdapat satu set bendera isyarat. Bendera penganti pertama selalu mengulangi bendera isyarat yang teratas dalam kelompok yang sama, bendera pengganti kedua selalu mengulangi bendera isyarat kedua dihitung dari atas dalam kelompok yang sama, demikian seterusnya. Bendera pengganti tidak pernah dapat digunakan lebih dari satu kali dalam kelompok yang sama.

Didalam buku pelajaran isyarat visual dan komunikasi di jelaskan terdapat 3 bendera pengganti (buku-buku tersebut masih terdapat dirak-rak perpustakaan di beberapa Akademi dan sekolah - sekolah pelayaran lainnya). Namun dewasa ini, bendera pengganti yang ada sekarang bukanlah 3, tetapi 4 (empat). Bendera pengganti keempat yang berfungsi untuk mengantikan bendera yang berada pada urutan keempat dalam kelompok bendera berbentuk seperti gambar dibawah ini :